Kubuka
mataku, dan menatap matahari yang sama terbit untuk hari yang awalnya terasa
biasa, dan kuyakin tetap biasa sampai ada yang merubahnya Ya, siapa lagi kalau
bukan kamu yang disana? Ya kan? :)
Aku sudah terbiasa, terbangun tanpa kamu
disisiku. Ya, hanya handphone yang boleh kujamah untuk mengabarimu di kota
sebelah sana. Aku juga masih terbiasa, kembali sadar dari mimpiku dengan tiada
senyummu yang memelukku hangat tiap kubuka mata.
Bertenung
aku sendiri, menyesap rindu yang mulai menjangkiti. Selalu ada tangis yang
pecah saat aku sudah tidak kuasa menahan rasa yang selalu ditunda dalam pelampiasannya.
Aku sakit menungguimu yang entah kemana. Menunggui kamu yang tak lagi sama saat
awal kita bercerita dan mengenal cinta satu sama lainnya. Kamu ada, tapi tak
bisa lagi kau kurasa masih dengan getar yang sama padaku. Kupikir ada yang berubah antara kita, atau hanya pikiranku saja karena aku
mulaidepresi menunggui kamu yang mulai samar keberadaannya dalam hariku.
Lalu bagaimana yang sebenarnya?
Aku masih setia menuliskan namamu
dalam hatiku, dan kubiarkan terpatri kuat disana dari hari ke harinya. Aku juga
masih sering menjengukmu dalam doa. Memelukkmu dengan mesra lewat tangis rindu
yang berhasil menyulut emosiku dengan telak nyatanya, persis saat aku
mengharapkan pelukmu menghampiri dukaku yang membalu pilu. Persis saat aku
mengharapkan senyummu yang menghampiri guratan senyum dan tawa bahagiaku.
Ah,
aku tak tau apa yang salah. Kurasa kamu tak lagi cinta? Benarkah? Sakit, takut…
Lebih dari itu. Aku sekarat. Berdarah lewat nyawa yang sudah tak lagi utuh
dalam penantian yang tak kunjung berlabuh. Tak tau kah kamu aku sudah jenuh
menunggumu? Namun hatiku masih untukmu, untuk dirimu. Sebab itulah aku
bergerilya menyeruak tekanan waktu yang makin lama makin menyiksaku. Bayangkan
saja, kasih! Kukira aku sudah cukup kuat untuk menunggumu disini berlama-lama,
kukira aku sudah cukup baik dengan setia hanya pada hatimu saja, dan tak
berpaling pada lainnya. Aku, apakah menurutmu layak untuk diperjuangkan lalu
dimenangkan pada akhirnya? Entahlah.
Ada
banyak hal yang siap aku ceritakan sampai mulut ini kehabisan suara. Tapi aku
tau, kamu tak lagi punya waktu untukmu. Ad dinding pembatas yang dipalangi
jarak untuk kita berdua.
Gamit lenganmu,
Genggaman jarimu,
Senyum manismu,
Seruak tawamu,
Tingkah konyolmu,
Bahkan amukkan mu yang tak jelas
apa sebabnya didepanku,
Ah, aku merindukan semuanya,,,
Begitu
indah saat kita bersama. Ya, tak ada yang terasa lebih baik saat aku dan kau
berada dalam dimensi ruang dan waktu yang sama. Bercerita, bersenda gurau dan
tertawa bersama. Geram rasanya, merindukan kamu yang dulu, dan bisa bersamaku
dalam nyatanya hidup kita.
Aku masih
merasakan sesak yang sama, merindukanmu. Masih merasakan kepayahan yang sama,
merindukanmu. Masih dengan harapan yang sama. Bertemu denganmu. Secepatnya…
Sincerely,
Melva
Tidak ada komentar:
Posting Komentar