Melva Sari Simangunsong

Dear people, this blog is not truly and merely about me n my life only. I am a random-post-writer. So I post everything in my mind.The thing that I wrote is not all about me, n not all about you. Thanks. :)

Minggu, 29 Desember 2013

Apa Kamu Mulai Kehilangan Keberanian 'Tuk Mengatakannya Padaku?

Selamat pagi, Minggu terakhir di 2013…
29 Desember 2013

Teruntuk, kamu…
Aku mungkin tak harus menyebutmu sebagai seorang sahabat, karena menurutku tak satu orangpun yang bisa kujadikan sahabat. Aku punya cara pandang tersendiri menyebut seseorang sebagai sahabat. Buatku, sahabat adalah dia yang rela berkorban apapun hanya untukmu. Dan, aku tak menemukan satu orang pun yang bisa kucap sebagai seorang sahabat.

Namun,
Jika aku harus memilih siapa yang jadi teman terbaikku. Mungkin kamu adalah satu diantaranya. J


Rasanya baru sebentar ya, ya, 2,5 tahun.
Kamu, apa pernah merasa benar-benar cocok denganku?
Aku tau, kadang aku menyebalkan, atau mungkin teramat menyebalkan bagimu, teman. Tapi, ya ini lah aku. Kau bisa tinggal saat kau merasa cocok dan nyaman denganku. Tentu, kau juga bisa pergi jika kau pikir aku hanya menyusahkanmu, membuatmu kesal, dan melakukan hal-hal buruk untukmu. Intinya, kau bisa pergi jika kau pikir aku merugikan bagimu.

Rasanya, ini adalah hari pertama dimana aku mengakui secara langsung bahwa aku mulai merasa sakit.. Dan rasanya ini adalah ahri pertama dimana aku menggunakan sosial media untuk menyampaikan maksudku padamu, karena jujur saja, aku belum siap untuk menjelaskannya secara langsung padamu dengan detail yang demikian. Kamu mungkin juga sakit. Kamu mungkin juga berharap bahwa ini akan jadi yang pertama dan terakhir kan?Kamu juga mungkin menegurku lewat aksara-aksara itu dikarenakan kamu belum pernah siap untuk mengatakannya langsung padamu. Tapi, pernahkah kamu bertanya sampai kapan kamu akan menyimpan rasa kesalmu dan menyampaikannya lewat sosial media saja? Sampai kapan kamu mau berdiam, atau mungkin bisa kusebut bersembunyi dan menegurku dibalik deret ‘”a” sampai “z” mu itu?
Kita tentu bisa bicara secara langsung. J

Aku tau, tulisan ini sedikit berlebihan, tapi jujur saja, kali ini aku serius.
Aku sendiri tak tau apa yang membawaku mengungkapkannya, mungkin karena ‘kabut’ pagi ini teramat tebal di pandanganku untuk beberapa orang lainnya, dan hal itu mengingatkanku padamu.

Pertanyaan terbesarku, apakah aku terlalu salah?
Memakai caption “me” “I’m just me,” sementara aku tak ada niat sama sekali untuk meyombongkan diriku ini pada dunia yang sama-sama sedang kita jalani.
Apa aku terlalu berlebihan dalam mengguyoni kalian dengan sedikit kekurangan itu? Kita sama-sama menertawakan dan mempertanyakan, pun mengolok-olok diri sendiri. Tak ada yang ingin kusakiti, sungguh. Dan tak ada alasan untuk menyakiti kalian dengan sengaja. Tapi, maaf saja jika kamu atau bahkan mereka merasa tersakiti. Maaf…

Kalian sudah jadi bagian terindah bagiku untuk masa kuliah yang jelas kau tau rasanya seperti apa, khususnya 6 bulan terakhir ini.

Lalu,
Kamu, apa mulai kehilangan keberanian untuk mengungkapkan bahwa kamu mulai tak menyukaiku?

Kamu, apa mulai merasa kepayahan menyatakan kekuranganku secara langsung?
Sosial media ada, dan kamu memanfaatkannya untuk menegurku.
Apa kamu tau, itu menyakitiku sebagai seorang teman.

Apa aku sudah jadi orang lain bagimu, sehingga kau sangat membutuhkan perantara untuk menegurku?

Aku terima saja jika itu hanya sekali, namun setalah kusadari, kamu melakukan itu bukan hanya sekali.

Apa aku bukan seorang TEMAN buatmu?

Apa aku sudah jadi sosok yang patut kau benci, meski itu hanya untuk hal-hal yang bagiku tak terlalu penting…

Aku, sebenarnya tak mempermasalahkan pandangan orang lain terhadapku, jika ada yang mengatakanku sombong dengan caption “me” ku itu, aku pasti akan merasa biasa-biasa saja. Aku tak terlalu peduli dengan apa yang orang lain katakan. Karena bagiku, tiap orang punya pandangannya masing-masing.

Tapi, ini kamu, kamu yang mulai risih dengan keberadaan dan tingkah-tingkah tololku…
Bagaimana mungkin  jika aku tak mempermasalahkannya?
Ini tentang kamu, TEMANKU, bukan mereka yang lain.

Mungkin hal ini tak perlu kukatakan, tapi asal kamu tau, aku bangga dan bersyukur punya seorang teman sepertimu.
Tulisan ini hanya kubuat agar kamu tau, bahwa kita TEMAN, kecuali kau tak merasa begitu.
Mulailah mencoba terbuka bagiku.
Aku tak melarangmu untuk membenciku, itu hakmu.
Tapi, tolong, jangan berpura-pura kau menyukaiku, sementara deret huruf disana dengan gamblang menyindirku.

Menurutmu, apa aku bukan lagi Melva yang kau harapkan?
Apa karena kita sesama Gemini, apa kita terlalu sama sehingga hal yang kecil pun bisa dengan hebat kita permasalahkan? Barangkali, terlalu cocok kadang justru berpotensi untuk berkonflik. Tapi, apa kita memang pernah benar-benar cocok? Khususnya buat kamu… :’)


Mungkin, mereka yang lain juga tetap berpikir aku tak seharusnya seperti ini. Tapi apa hendak dikata jika yang kurasa adalah demikian, teman?

Bagiku, dengan menyindirku berkali-kali lewat sosial media hanya menjadikan rasa tak nyaman ini kunjung berlanjut. Meski ini adalah hal-hal kecil bagiku. Tapi, jelas kamu tau, jika hal tersebut ditumpuk-tumpuk. Ya, perlahan tapi pasti, itu bisa saja membuat rasa tak nyaman diantara kita semakin berkepanjangan.

Tapi, ini bukan berarti kau mesti diam saja saat ada hal yang membuatmu tak suka. Justru sebaliknya, bicaralah padaku secara langsung. Sampai kapan kau bersembunyi dibalik sosial media itu?
Paling tidak, tidak melalui sosial media. Inilah alasan mengapa aku membeberkan apa yang kurasa sampai hari ini. J
Kamu bisa jujur dan mengatakannya langsung.

Terimakasih, untuk duasetengahtahun yang patut kusyukuri.
Terimakasih, telah menjadi satu dari pendengar terbaikku.

Jujur, aku bangga punya teman sepertimu. Dan benar, jika aku sangat tidak ingin ada konflik yang bisa benar-benar membuat kita jauh.

Maaf, jika aku belum jadi seorang teman yang baik buatmu.
Maaf, jika banyak hal dariku yang mengecewakanmu.
Terikamasih, kamu. :’)
Luv ya…

With love,

Melva.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar