Aku benci untuk terjaga.
Kau tau kenapa?
Saat aku terjaga, selalu ada
atmosfer yang melingkupiku untuk mengingatmu. Ya, memang kamu tak mengenal
waktu untuk ada dalam benakku. Tapi saatku terjaga, kau lebih nyata untukku. Selalu
ada hal yang membuatku mengingatmu. Aku juga tak tau kenapa. Tak tau kenapa
kamu jadi sosok yang paling susah untuk aku lupakan dalam perjalanan hidupku.
Mengapa kamu?
Aku benci untuk terjaga.
Malam selalu membawa sosokmu
dalam dinginnya udara yang melewati sela-sela daun jendela kamarku yang
kecoklatan. Aku selalu punya waktu untuk membiarkan diriku disayati rasa sakit.
Aku selalu sempat membiarkan diriku merasa tercabik-cabik kenangan masa lalu
yang teramat manis namun hanya sebentar saja berlangsung.
Mengapa kamu?
Teruntuk kamu, masa lalu yang
tak mungkin pernah kembali.
Rasanya aku mencintai sosok yang
sudah tidak lagi ada.
Namun cinta ini selalu tersimpan
dalam-dalam dalam hati seorang gadis belia yang dulu pernah sangat amat kau
cinta. Ini menyakitiku? Memang. Tapi inilah aku, yang belum bisa melupakanmu.
Apa yang kulakukan?
Aku terbiasa menutup kisah kita
dengan yang lain. Berpura-pura perpisahan kita adalah hal yang normal tanpa
sesuatu yang mengganjal.
Maksudku, aku terus berusaha membuat jika perpisahan kita adalah cerita biasa seperti yang terjadi pada mereka yang pun terpisah karena hal-hal yang biasa. Perasaan ketidakcocokkan, merasa tak pantas untuk yang lain dan sebagainya. Kau bingung? Pun demikian aku.
Maksudku, aku terus berusaha membuat jika perpisahan kita adalah cerita biasa seperti yang terjadi pada mereka yang pun terpisah karena hal-hal yang biasa. Perasaan ketidakcocokkan, merasa tak pantas untuk yang lain dan sebagainya. Kau bingung? Pun demikian aku.
Kita mungkin teramat manis untuk
bisa jadi nyata (lagi).
Aku hanya tak ingin menunjukkan
kelemahanku tanpamu didepan mereka. Meski kurasa kau tau betul apa yang terjadi
denganku dan malam disaat aku terjaga.
Ya, kau bisa bilang jika aku
sedang membohongi diriku sendiri.
Berpura-pura kalau aku sedang
baik-baik saja. Berpura-pura bahwa aku menerima dan rela melihat bagian hidupmu
yang baru menggamit lengan yang dulu kugamit. Berpura baik-baik saja melihatmu
dengan dia, penggantiku yang baru saja akan kau jelang.
Benarkah dia akan menjadi
penggantiku?
Terimakasih untuk kata “sayang”
yang telah kau ucapkan.
Aku mundur dan mengalah untuk
kebahagiaan dia, penggantiku.
Juga untukmu, cinta.
Terimakasih untuk selalu hadir
dalam keterjagaanku setiap malam.
Terimakasih untuk terus
menyakitiku dalam malam-malamku yang panjang dengan mata yang tak terlelap.
Aku benci untuk terjaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar