Melva Sari Simangunsong

Dear people, this blog is not truly and merely about me n my life only. I am a random-post-writer. So I post everything in my mind.The thing that I wrote is not all about me, n not all about you. Thanks. :)

Rabu, 28 Mei 2014

Suatu Malam Ketika Aku Merindumu

Today I just want to share the lyric of a song that I like these recent days…
FYI aja sih, bahkan hari ini, ini lagu jadi nada dering sms di hapeku. #okeabaikan

This song is from @dwitasaridwita. Gatau dia siapa? Mungkin kamu bisa tanya mbah google. She’s a writer, singer, student, dan manusia biasa sama kea kita lah yang jelas. Cuma yaa lebih populer gitu deh yang jelas daripada aku, atau bahkan kamu. Lol. xD

Kalo kamu gaketemu muka dia ky' gimana, itu bukan berarti google chrome atau mozilla kamu ngadat. Simply, I can say that she's quite misterious.

Minggu, 25 Mei 2014

Jatuh Cinta?


Apa jatuh cinta bisa kualamatkan?

Apa jatuh cinta bisa aku rencanakan?
Kalau saja jatuh cinta bisa pilih-pilih, mungkin tak ada lagi yang merasa sakit lalu menangis lirih.
Kalau saja jatuh cinta boleh pikir-pikir, mungkin tak ada lagi yang merasa hatinya getir.

Maksudku, mungkin kita bisa menargetkan seperti apa calon pasangan kita nantinya..
Tapi, apa rasa jatuh cinta bisa kita jadwalkan? Pada waktu yang tepat, dan pun pada orang yang tepat?

Pertanyaan bodoh ini tak perlu kau jawab…
Aku hanya membayangkan, jika saja jatuh cinta bisa kuatur sedemikian rupa.

Senin, 19 Mei 2014

Aku Suka Senja


Aku suka senja.
Bisa kulihat bagaimana pelan-pelan ia merambat lewat sisa air hujan siang tadi yang menggenang dan membentuk kubangan yang hampir saja kuinjak jika aku tak hati-hati melangkah. Aku suka becek, sebetulnya. Membebaskan kedua kakiku untuk telanjang dan tenggelam didalamnya. Tapi sayang, umurku tak lagi mengizinkanku melakukan hal-hal liar itu. Apalagi ini bukan halaman belakang rumahku yang terkadang sempat direndam banjir jika hujan mampir sekitar 4 jam dengan derasnya untuk bertamu.

Hmm, tapi tak apalah, setidaknya hari ini senja bisa kunikmati dengan berjalan kaki dilorong rumah yang lengang terasa kali ini.

Aku sedang berada dibawah lampu jalan yang masih belum dinyalakan. Entah belum dinyalakan atau memang sedang rusak. Sudah 2 hari lampu-lampu ini tak hidup menyemaraki bagaimana semesta menyambut sang malam. Entahlah, aku tak mau berpikir banyak tentang lampu dan dia; sang malam.

Kulayangkan pandanganku kesekililing, aku sendiri. Tak ada lagi suara anak-anak yang biasanya masih sibuk menyeruak dan berseru dari halaman depan rumah atau di bawah pohon mangga di tepi jalan yang baru saja kulalui. Aku sebenarnya cukup perhatian dengan mereka. Tawa mereka, dolanan mereka, dan bahkan tangis mereka. Oh, Neptunus! Jujur saja, aku juga merindukan masa kecilku. Bermain-main di bawah senja. Bermain dan bergembira. Tawa, tangis, hiruk pikuk dan semuanya.

Namun, senja kali ini berbeda…
Mungkin hujan tadi sudah mampu mengurungkan niat mereka untuk berlarian dan berkejar-kejaran. Atau seperti biasa, orang tua mereka melarang langkah-langkah kaki kecil mereka keluar menyusuri jalanandi sore hari seperti ini.

Sepi. Sunyi. Sungguh! Maksudku, ini benar-benar sepi. Ya, sepi.

Tapi apa kau tau, teman?
Aku suka senja. Suka sinarnya yang mulai merekah dan membentuk gurat jingga yang begitu indahnya jika kau perhatikan di barat sana.
Aku selalu siap untuk jadi saksi bagaimana Sang Khalik mengganti langitnya dari biru lembut sampai gelap pekat jika dipandang dari bumi, setidaknya begitulah keadaan hari ini.

Sebelum hujan dan senja datang, langit dengan cantiknya berhiaskan awan-awan putih bak kapas yang jika kau perhatikan ada yang berbentuk emoticon senyum, pun ada yang bentuknya cupid yang siap melepaskan panahnya kea rah sebuah hati.
 Hari ini teramat luar biasa. Nyaman, tenang, dan tentram.

Kau tau?
Kala senja datang menghampiri, aku hanya mampu tenggelam di dalamnya. Menikmati pesonanya dan terpukai setelahnya.
Aku suka senja. Aku suka senja.


Rabu, 14 Mei 2014

Disudut Kamar

Aku bisa mendengar bagaimana riangnya detik jarum jam yang bergerak 360 derajat yang mungkin saja sedang menertawakan kediamanku. Aku bahkan bisa merasa bagaimana semilir angin yang bertiup dibalik dinding kamarku. Pelan-pelan kutarik nafas dan kuhembuskan kembali bersama oksigen yang ada di tempat teraman untukku.

Ya, aku disini. Sendiri. Seperti biasa.
Tak ada yang baru. Tak ada yang berubah.

Aku hanya suka berdiam dan berbicara dari hati ke hati dengan tembok diam yang sedang kuamati dengan seksama atau yang pun aku punggungi. Aku belum gila. Aku tau tembok tak punya hati. Hahaha.

Entah sensasi seperti apa ini. Aku hanya  suka berbicara dengan 4 sudut sisi putih dari ruang dimana ¼ atau 1/5 hariku kuhabiskan didalamnya. Bagaimana tidak? Muak rasanya berlama-lama dikeramaian sementara tak ada yang mampu mendengarkan. Jenuh rasanya berada dalam formalitas canda-tawa yang terdengar gurih, padahal sebenarnya sama sekali garing dibaliknya.

Menurutku dinding-dinding ini adalah pendengarku yang paling setia dan yang paling mengerti. Mereka memang tak punya hati, bahkan telinga untuk mendengar. Tapi, aku hanya ingin kamu tau. Bahwa benda mati pun bisa kau jadikan teman untuk meluapkan apa yang kamu rasa, atau sekedar mengungkapkan pikiranmu semata. Entahlah bagaimana harus menjelaskannya.

Aku duduk menekuk lututku. Ketakutan? Kedinginan?
Tidak juga, ini hanya kebiasaanku yang kulakukan untuk dapat waktu tenang.
Aku mulai terbiasa menjadikan mereka teman berbicara. Mereka lah yang berdialog denganku. Bagaimana bisa? Aku memimpin mereka berargumen dalam kepalaku. Aku memang suka soliloki. Apalagi dengan 4 sisi yang perlahan mulai pudar warnanya. Mungkin demikian juga dengan jati diri si dia yang sering memanfaatkan dinding-dinding beton tersebut.

Sering aku bersedih didepan mereka, menangis lalu tenggelam pelan-pelan dan masuk ke dunia mimpiku. Aku suka. Aku menikmati masa-masa pencarian jawaban atas setiap pertanyaan yang kulontarkan dengan 4 sisi dinding kamarku.

Disinilah aku…
Tak mau diganggu, tak mau dirayu.
Mungkin tak ada yang mengerti. Jelas, dan sudah pasti.

Terimakasih, empatsisikamarkuyangputihnyamulaimemudar.