Dear
kesepian…
Selamat
malam, kata yang berjumlah 8 huruf yang maknanya sudah kunikmati selama
beberapa tahun belakangan.
Kini,
sedang kunikmati “Back To December” Taylor Swift. Ah, cocok sekali. Ia mampu
memberikan sesal di musim dingin yang waktu itu hampir saja kulewati dengan
bahagia bersama sosoknya. Hampir. Hampir.
Coklat yang
sudah nyaris kunikmati lumerannya tiba-tiba berganti kesan seperti makanan yang
tidak kusukai seperti pare atau daun papaya yang direbus persis seperti buatan
mamaku saat kudengar liriknya semakin lama memanggilku untuk tenggelam dalam
kepahitan itu.
Dia sudah
pergi…
Dan aku masih disini. Setidaknya aku punya pengganti,,,
Ya, kesepian ini. Aku heran, bingung. Hanya mencoba menghibur diri dengan mengulum senyum miris di kedua belah bibirku yang mungkin sebentar lagi akan berdarah jika kugigit lebih keras lagi sebelum senyum miris ini mampu mengembang.
Dan aku masih disini. Setidaknya aku punya pengganti,,,
Ya, kesepian ini. Aku heran, bingung. Hanya mencoba menghibur diri dengan mengulum senyum miris di kedua belah bibirku yang mungkin sebentar lagi akan berdarah jika kugigit lebih keras lagi sebelum senyum miris ini mampu mengembang.
Apa
kesepian memang 1-1 nya teman yang tersedia untukku? Itu yang selalu
kuperbincangkan dengan empat sisi kamarku yang warna catnya mulai memudar dari
waktu ke waktu. Sama seperti rasaku pada dunia percintaan yang sama sekali
mulai terasa hambar. Hey, bahkan aku tak punya siapa-siapa untuk bisa dipanggil
calon kekasih. Ah, tololnya! Bagaimana mungkin aku bisa lupa?
Mungkin aku
ditakdirkan berjodoh dengan “kesepian,” sosok yang tak bisa kusentuh, tak bisa
kujamah… tapi selalu bisa menghadiahkan kepahitan yang akhir-akhir ini malah
memberikan rasa kenikmatan pelan-pelan.
Aku
lagi-lagi berbincang diam dengan sang tembok, apa benar? Apa benar kesepianlah
yang aku butuhkan? Kesendirian ini pernah hampir memutuskan urat-urat asmaraku.
Pernah hampir menghilangkan cupid cupid di dalam hatiku. Tapi sekarang, aku
benar-benar jatuh cinta pada kesendirian. Bebas. Lepas.
Soal jodoh?
Ntahlah… Setidaknya kubiarkan dulu sensasi kesendirian ini memberiku kejutan
dengan nelangsa dan warna-warninya yang rupawan.
Ah, sial! Tidak! Aku sedang terlalu menghibur diri. Menghibur diri dengan cara berlebihan.
Bagaimana mungkin kesepian bisa berwarna-warni? Toh yang kulihat sekarang hanya
hitam, dan kadang menjadi abu-abu. Aku belum buta warna, dan belum buta hati.
Sekali lagi
kutanya pada tembok kamarku, sampai kapan aku berjuang melawan kesunyian yang
hawanya makin mencekam ini? Aku ketakutan. Mungkin lama-lama aku bisa mati
kesepian. Tanpa perhatian, tanpa penjagaan, tanpa kasih sayang. Benar-benar
sepi, sunyi, sendiri, lalu pelan dan pelan…. mati. M-A-T-I.
Kesepian,
kapan kau mau pergi?
Bisakah kau
gantikan sosokmu dengan menghadirkan dia lagi? Aku hanya ingin sisa separuh duniaku yang hilang kembali…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar