Aku menjamu pagiku dengan
senyum malas (lagi). Hari ini adalah hari ke-20 setelah aku berganti status
yang biasanya ada dihatimu, lalu diganti dengan harapan semu. Singkatnya, aku
tanpamu. Sudah 20 hari kata “pisah” dan “putus” serta “single” itu berdiam di
hati dan pikiranku.
Aku tau, aku bukan hanya
menginginkan status “in relationship” denganmu. Aku tau, yang kukejar bukanlah
sekedar merk “berpacaran” denganmu. Aku… aku hanya ingin aku ada dihatimu. Sama
seperti kamu yang selalu ada dihatiku. Tak peduli aku tiada lagi menggenggam
tanganmu. Tak mengapa walau aku takkan bisa lagi memelukmu. Tapi bisakah, aku
tinggal dihatimu? Ah, hanya harapan semu yang berputar dalam anganku yang mulai
sering menggerogoti.
Sudah 20 hari,
Kamu bukan pergi ke dunia lain..
Hanya saja, kita tak lagi bersama…
Ya, memang belum lama ya?
Tapi, apa kau tau, rasa yang kualami seperti sudah setahun. Aku masih
menungguimu untuk kembali. Masih mengharapkanmu untuk berdalih padaku. Masih
hanya kamu, sekarang atau nanti, dan mungkin untuk seterusnya.
Kalau bicara apa cinta itu
buta? Entahlah, aku pun tak tau apa yang harus kujawab. Mungkin kitalah yang
telah membutakannya. Tapi mau bagaimana? ada hati yang tak mau untuk diingkari.
Aku sudah berkelit, dan menjerit untuk tak lagi membawamu dalam setiap
lamunanku. Tapi aku tak mampu. Aku sudah terlalu lelah melawan keinginanku yang
tak bisa kulawan. Kamu, selalu kubawa dalam hari-hariku. Kamu, selalu kupeluk
dalam doaku. Kamu, terlalu sulit untuk dilupakan.
Entahlah apa yang terjadi.
Pesan “selamat pagi” mu sebulan lalu saja masih ada dikotak masuk pesan di handphone
ku. Aku hanya tak ingin melewatkan kontribusi perhatianmu sedikit pun. Meski
kita tak lagi satu. Meski kita tak lagi seperti dulu. Aku juga masih sering
menyebut namamu dan mengakuimu sebagai kekasihku. Semuanya spontan saja.
Menyakitkan bukan saat kamu mengakui seseorang yang bukan lagi sebagai
kekasihmu sebagai kekasihmu? Miris! Aku masih sangat amat tak terbiasa dengan
status baruku yang kini tanpa kamu. Kamu, aaah! Susah, terlalu susah untuk
dijauhkan dari benakku. Aku terlalu lelah menahan semua ini. Apa kamu tak ingin
menjemputku lagi ke dalam genggam jemarimu?
Semuanya terkesan gamang.
Kita berpisah tanpa alasan yang tak bisa dibilang jelas dan mantap. Tapi, aku
tau. Semakin berjalannya sang waktu, semakin lupa pula dirimu akan kisah kita
yang lalu. Kamu begitu cepat melupakan aku yang selalu setia menungguimu untuk
kembali. Siapa yang kejam? Kamu? Atau sang waktu yang mampu mempengaruhimu
untuk menjauhiku? Ingin rasanya aku memakimu untuk setiap gulir air mata yang
jatuh atas 20 hariku yang teramat miris. Kamu, bahkan tak lagi memperdulikan
aku. Kamu, bahkan tak lagi menganggapku ada. Kita tak punya masalah yang
teramat pelik untuk dijadikan alasan kan? Kukira, kita masih terlalu belia
untuk bisa bertumbuh jadi dewasa. Tapi, sepertinya bukan… Atau mungkin, kita
tidak siap dengan konsekuensi segala sesuatu yang telah kita sepakati dulu?
Tapi sungguh, aku merindukan kamu yang dulu. Senyum manismu. Menginginkan peluk
hangatmu. Ya, kamu, yang teramat begitu menenangkanku. Aku merindu…
Sejatinya, aku masih disini. Bertahan
untukmu. Menungguimu. Mengharapkanmu… Sungguh…
Aku akan bertahan dengan semua rasa
sakit yang sedang kucoba untuk kunikmati…
Kamu, akankah kembali?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar