Melva Sari Simangunsong

Dear people, this blog is not truly and merely about me n my life only. I am a random-post-writer. So I post everything in my mind.The thing that I wrote is not all about me, n not all about you. Thanks. :)

Rabu, 14 Mei 2014

Disudut Kamar

Aku bisa mendengar bagaimana riangnya detik jarum jam yang bergerak 360 derajat yang mungkin saja sedang menertawakan kediamanku. Aku bahkan bisa merasa bagaimana semilir angin yang bertiup dibalik dinding kamarku. Pelan-pelan kutarik nafas dan kuhembuskan kembali bersama oksigen yang ada di tempat teraman untukku.

Ya, aku disini. Sendiri. Seperti biasa.
Tak ada yang baru. Tak ada yang berubah.

Aku hanya suka berdiam dan berbicara dari hati ke hati dengan tembok diam yang sedang kuamati dengan seksama atau yang pun aku punggungi. Aku belum gila. Aku tau tembok tak punya hati. Hahaha.

Entah sensasi seperti apa ini. Aku hanya  suka berbicara dengan 4 sudut sisi putih dari ruang dimana ¼ atau 1/5 hariku kuhabiskan didalamnya. Bagaimana tidak? Muak rasanya berlama-lama dikeramaian sementara tak ada yang mampu mendengarkan. Jenuh rasanya berada dalam formalitas canda-tawa yang terdengar gurih, padahal sebenarnya sama sekali garing dibaliknya.

Menurutku dinding-dinding ini adalah pendengarku yang paling setia dan yang paling mengerti. Mereka memang tak punya hati, bahkan telinga untuk mendengar. Tapi, aku hanya ingin kamu tau. Bahwa benda mati pun bisa kau jadikan teman untuk meluapkan apa yang kamu rasa, atau sekedar mengungkapkan pikiranmu semata. Entahlah bagaimana harus menjelaskannya.

Aku duduk menekuk lututku. Ketakutan? Kedinginan?
Tidak juga, ini hanya kebiasaanku yang kulakukan untuk dapat waktu tenang.
Aku mulai terbiasa menjadikan mereka teman berbicara. Mereka lah yang berdialog denganku. Bagaimana bisa? Aku memimpin mereka berargumen dalam kepalaku. Aku memang suka soliloki. Apalagi dengan 4 sisi yang perlahan mulai pudar warnanya. Mungkin demikian juga dengan jati diri si dia yang sering memanfaatkan dinding-dinding beton tersebut.

Sering aku bersedih didepan mereka, menangis lalu tenggelam pelan-pelan dan masuk ke dunia mimpiku. Aku suka. Aku menikmati masa-masa pencarian jawaban atas setiap pertanyaan yang kulontarkan dengan 4 sisi dinding kamarku.

Disinilah aku…
Tak mau diganggu, tak mau dirayu.
Mungkin tak ada yang mengerti. Jelas, dan sudah pasti.

Terimakasih, empatsisikamarkuyangputihnyamulaimemudar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar