Melva Sari Simangunsong

Dear people, this blog is not truly and merely about me n my life only. I am a random-post-writer. So I post everything in my mind.The thing that I wrote is not all about me, n not all about you. Thanks. :)

Kamis, 13 November 2014

Senja Hari Ini

Aku berjalan mendekat kearah balkon abu-abu yang terpancang diperbatasan lantai paling atas kamar kos ku. Memandangi beberapa gumpal besar awan yang sedang menggantung dengan warnanya yang putih seperti kapas dilangit senja sambil mendengar musik dari headphone hijau besar yang terpasang di kedua telinga kiri dan kananku.

Lagu yang kudengar adalah soundtract satu film Disney! Kau tau kan? Si peri hijau itu. Lagu yang pas untuk petang kali ini.

 Jika saja aku adalah seorang peri, atau jika aku punya sayap seperti bidadari bak yang digambarkan serial anak atau seperti yang ditayangkan di beberapa sinetron televisi swasta, mungkin sudah kuhabiskan menit dan detik, jam dan hariku disana. Bercengkrama dengan langit biru dan bersenandung lewat desau angin yang kurasa akan cepat membuatmu merasakan kantuk.


Tak terasa sudah hampir 20 menit kuhabiskan waktuku dengan lamunan dan khayalanku jadi jelmaan tinkerbell saat kusadari jam tangan di tangan kiri coklatku sudah menunjukkan jarum panjangnya yang berwarna hitam ke angka 2.

Kumatikan Ipod ku yang kusadari baterainya tinggal sedikit, karena semalam aku lupa mencharge. Segera headphone pun kukalungkan keleher.

“Hmm,” gumamku sambil menarik nafas dan melengos panjang lalu mengulum senyum.

Ini adalah soreku yang senggang, dimana aku tak perlu kemana-mana karena urusan hari ini sudah selesai kukerjakan sejak 3 jam yang lalu. Menyenangkan bukan saat kau bisa mencicipi waktu luangmu untuk hal-hal yang memang kau rindukan? Seperti aku misalnya, rindu menatap langit senja dari bawah langit biru yang perlahan berganti menjadi jingga.

Aku selalu suka tempat ini. Kurasakan jika oksigen yang kuhirup adalah oksigen suci yang tak ‘kan kau dapatkan dimanapun di kota yang padat semrawut seperti ini, dimana metromini, bus, truk, dan kendaraan pribadi lain beserta asapnya mengepul dimana-mana dan siap menyerang kesehatan jantung dan paru-parumu kapan saja. Tentu saja tak ketinggalan asap pabrik industri yang berasal dari pembakaran yang tidak sempurna. Belum lagi…dari mereka… ya, mereka yang tidak bertanggung jawab dengan cerutu, korek, dan rokok mereka. Bayangkan saja, mereka yang merasa nikmat, lalu mengapa kita yang terkena imbasnya! Ya kan?

Apa hidup memang selalu tidak adil? Saat kesenangan justru datang untuk mereka yang berbuat salah, dan getahnya ada untuk mereka yang mestinya tidak mendapat derma berupa imbas dari apa yang tidak mereka lakukan.

Yah, aku bersyukur, untuk ruang sekitar 5x6 meter ini mampu menyediakan ruang penggganti isi kantung udara di organ tubuhku dengan udara yang seperti ini, segar dan alami. Entah kenapa hidungku pun membaui oksigen yang ada di atas sini berbeda, lebih segar dan nyaman. Mungkin karena ada hutan kecil yang ada dibelakang kosku, atau mungkin karena petak kebun sayur yang dipaksakan ada disamping kos yang ditanami oleh ibu kosku? Atau ini hanya sugesti yang coba aku buat sendiri, entahlah! Aku tak mau memikirkan si oksigen lebih lama. Aku hanya mau menikmatinya, lebih lama.

Bisa kulihat bagaimana sepasang burung gereja bertengger di tiang jemuran kosong yang jaraknya hanya 3 meter dariku. Mereka terlihat begitu intim, saling mencicit dan mencoba bercerita dalam bahasa mereka. Pemandangan ini sungguh menenangkan bagiku. Udara yang nyaman, dan hati yang tenang membuatku mengulas senyum di kedua ujung bibirku.

10 menit lagi-lagi berlalu…
Kali ini bisa kulihat bagaimana si oranye merangkak masuk ke sebelah barat. Beranjak pelan ke persinggahannya di sebelah sana. Kusandarkan punggungku ke dinding yang catnya pelan-pelan bisa kulihat mulai mengelupas. Aku terduduk di lantai semen sekenaknya.

Dengan hikmat aku mencium aroma senja yang segera berganti malam…
Ada aroma khas kali ini, mungkin karena tadi sempat hujan sebentar. Yang sebenarnya lebih cocok disebut gerimis.

1, 2, 3…
Bisa kulihat pelan-pelan mentari benar-benar kembali ke peraduannya dan menghilang di ujung siluet bangunan tinggi di sudut sana.
Apa senja selalu bisa seperti ini? Menghadirkan masa dimana aku bisa melupakan kekhawatiranku terhadap dunia walau sejenak dan memelukku dengan perasaan yang hangat lewat cahaya jingganya yang terlalu sayang untuk dilewatkan lalu membiarkan aku terbuai dengan mood nya yang menyenangkan? Andai saja, senja selalu luang dan menyenangkan seperti ini.


Terimakasih, senja kali ini.

Melva :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar