Sore ini aku menghabiskan
hampir 1 jam me-time ku di sebuah starbucks di kota yang cukup ramai ini. Perlu
kuberitahu bahwa starbucks ini adalah starbucks yang paling nyaman dan lengkap.
Usianya mungkin baru 1 tahun, aku sendiri baru menjadi pelanggan tetapnya
setelah 5 bulan belakangan.
Hari ini aku tak mempunyai
banyak kegiatan dikarenakan beberapa kegiatan yang seharusnya kulakukan sedari
tadi tiba-tiba saja dibatalkan karena beberapa alasan tertentu. Disini,
dari tempatku duduk aku bisa melihat deretan kendaran pribadi menunggu
antre an untuk keluar dari palang pembatas mall.
Aku sedang duduk sendiri
memandangi kesemerawutan jalanan yang mulai padat dikarenakan angkutan umum
yang berhenti sekenaknya dan beberapa kendaraan yang terlalu lama menghabiskan
waktu untuk segera meluncur ke jalananan dari tempatnya terparkir.
Aku bisa melihatnya dengan jelas, karena jendela yang lebar dan transparan ada disamping kananku sengaja tak kututup tirainya. Aku lebih suka menghabiskan waktuku dengan cara demikian saat novel yang biasanya kubaca sudah habis kujelajahi setiap jengkal barisnya. Setidaknya 5 hari belakangan ini. Begitulah.
Aku bisa melihatnya dengan jelas, karena jendela yang lebar dan transparan ada disamping kananku sengaja tak kututup tirainya. Aku lebih suka menghabiskan waktuku dengan cara demikian saat novel yang biasanya kubaca sudah habis kujelajahi setiap jengkal barisnya. Setidaknya 5 hari belakangan ini. Begitulah.
Kali ini novel yang kubawa
adalah Bellamore (A Beautiful Love to Remember) karya Karla M Nashar. Biasanya
kamu adalah temanku saat membaca buku. Maksudku kita suka menghabiskan waktu di
tempat ini saat jadwal-jadwal pekerjaan tak begitu mencekik kerongkongan kita.
Aku yakin, novel satu ini sudah sempat kamu baca.Bagaimana tidak? Aku tau betul
bahwa kamu suka membaca, entah itu novel, entah itu laporan pekerjaan, artikel,
majalah politik, bahkan Times sekalipun. Hidupmu tak lepas dari membaca.
Oh ya, menurutku kamu
adalah seorang yang cerdas, negosiator yang baik, terlebih pendengar yang baik.
Aku ingat jika kita berdua suka memperdebatkan isi novel, tentang bagaimana
alur cerita novel itu harus berakhir. Atau saat kita sama-sama memuji bagaimana
si pengarang berhasil membuat kita merasa benar-benar ikut terjebak dalam
kondisi yang diciptakan dalam lembaran-lembaran kertas yang tak lebih besar
dari A4 itu. Aku juga suka caramu mengulas sebuah artikel secara lisan saat
kamu kutemukan sedang sibuk dengan beberapa situs dan beberapa artikel lainnya
dari laptopmu.
Aku tau kamu memang cerdas. Terlihat sekali dari caramu menyampaikan kata-kata dengan sangat amat baik. Rapi dan benar-benar tertata. Dan ya, sekali lagi aku akui, aku selalu suka bagaimana kamu mampu menyampaikan pendapatmu dengan baik, dan selalu mengakhirinya dengan lengkungan manis di ujung kedua bibirmu saat matamu berhasil bertemu dengan manik mataku lamat-lamat.
Ah, lagi, aku memikirkan kamu. Baiklah, aku tak peduli. Aku suka. Aku suka memikirkanmu.
Aku ingat…
Saat kita berada disini,
aku terbiasa memesan cappuccino freddo dan kamu dengan cappuccino scuro
kesukaanmu itu. Aku selalu suka bagaimana kamu berbicara mengenai choco granula
atau pun tentang dark cappuccinomu itu. Aku ingat percakapan kita pertama kali
saat kamu mengajakku ke sini adalah tentang traditional cappuccino, dan kamu
bilang bahwa pada umumnya cappuccino itu dibuat dari campuran 1/3 espresso,
1/3 susu, dan 1/3 busa susu. Bahkan untuk hal-hal kecil seperti itu saja kamu
sangat amat paham dan ingat detail bagaimana rasa-rasa cappuccino, entah itu
tradisional cappuccino, cappuccino freddo , dan cappuccino scuro kesukaanmu
itu.
Aku ingat bagaimana kamu
terkadang mengomentari rasa cappuccino yang ada di cangkirmu jika itu terlalu
manis. Terkadang aku ikut menicicipi cappuccino mu. Entahlah, menurutku itu
tidak terlalu manis. Dan kita berdebat kecil. Hahaha. Aku selalu bilang bahwa
kupikir cappuccino mu tidak pernah berbeda rasanya dan mungkin saja mood mu
mengubah caramu mengapresiasi atau mengkritisi secangkir cappuccino mu itu.
Entahlah.
Aku tau, kamu menyukai
jenis cappuccino 1 ini karena kamu tidak terlalu menyukai espresso. Dan bahkan
aku baru tau jika cappuccino itu terdiri dari macam-macam jenis setelah kamu
menjelaskan dan memberiku kultum saat perjumpaan pertama kita. Singkat tapi
cukup jelas.
Aku tidak terlalu yakin
dengan dugaanku, tapi kupikir kita adalah pengunjung yang selalu memesan
cappuccino dengan orderan khusus. Sebelum aku tau jenis dan macam cappuccino,
aku selalu memesan menggunakan kata “cappuccino.” Tanpa ada embel-embel lain.
Hanya semenjak mengenalmu dan materikulasi cappuccino darimu aku membubuhkan
“freddo” sebagai cappuccino kesukaanku.
Kamu adalah orang yang
pertama kali mengenalkanku pada level manis atau pahitnya cappuccino. Aku
memang tidak terlalu peduli dengan hal-hal kecil seperti hal satu ini. Selama
itu masih normal di lidahku, maka kubiarkan saja makanan atau minuman yang
kupesan lolos masuk ke tenggorokanku dan masuk ke perutku. Hanya semenjak ada
kamu aku mulai memperhatikan hal-hal kecil, seperti cappuccino dan
kandungannya, atau cara orang menyesap kopi mereka. Kamu bilang orang-orang
yang tampak terburu-buru menikmati cappuccino rata-rata adalah orang-orang yang
keras kepala, dan jarang mensyukuri apa yang didapat, atau pilihan terakhir
adalah mungkin mereka sedang terburu-buru.
Dan kamu sendiri? Dari
apa yang kuperhatikan, kamu terbiasa menikmati cappucinomu dengan hikmat
seolah-olah itu adalah minuman termahal di dunia. Dan kalau kamu sedang lapar
cheese cakes selalu jadi pilihanmu, atau terkadang mini bluberry muffin. Tentang
kamu dan kecintaanmu pada cappuccino, kadang-kadang kamu mau memesan 2 cangkir
cappuccino.
Aku tau, kamu cinta mati
pada minuman satu ini. Tapi aku tau, kamu cukup cerdas soal menakar kadar
kemanisan sehingga gula darah, lemak, dan hal-hal yang mungkin saja akan
mengganggu kesehatanmu bisa diminimalisir. Bahkan kamu sengaja meluangkan
waktumu untuk mengecek tensi, gula darah dan lain sebagainya. Tak jarang kamu
juga mengajakku. Aku selalu suka caramu mengatur hidupmu dengan baik.
Aku juga ingat…,
Tiiiiiiiiiiiiiiiiiit…
Sebuah lengkingan
keras suara sedan silver membuyarkan ingatanku tentangmu. Aku tersentak dan
kembali ke kenyataan.
Baiklah, itu dulu, 6 minggu
sudah berlalu. Lalu kamu menghilang begitu saja. Lenyap bagai ditelan bumi. Aku
bukannya tak berusaha mencarimu. Tapi sungguh, mungkin orang-orang sudah bosan
tentang pertanyaanku yang itu-itu saja; menanyakan dirimu. Aku tidak tau, apa
kamu memang sengaja mengatur keadaan jadi sedemikian rupa? Tolong, aku
benar-benar kepayahan untuk bisa menemukanmu.
Sampai akhirnya sejak 5
hari yang lalu aku mulai kehilangan harap, dan berhenti pada starbucks dan
cappuccino saat aku bisa sedikit bernafas lega dengan padatnya hariku.
Aku berharap, entah nanti,
besok, lusa atau kapanpun aku bisa menemukanmu disini, sedang membaca buku
kesukaanmu dengan segelas dark cappuccino mu, ya, sedang menungguiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar