Melva Sari Simangunsong

Dear people, this blog is not truly and merely about me n my life only. I am a random-post-writer. So I post everything in my mind.The thing that I wrote is not all about me, n not all about you. Thanks. :)

Minggu, 21 Desember 2014

Cappucino dan Kamu

Sore ini aku menghabiskan hampir 1 jam me-time ku di sebuah starbucks di kota yang cukup ramai ini. Perlu kuberitahu bahwa starbucks ini adalah starbucks yang paling nyaman dan lengkap. Usianya mungkin baru 1 tahun, aku sendiri baru menjadi pelanggan tetapnya setelah 5 bulan belakangan.

Hari ini aku tak mempunyai banyak kegiatan dikarenakan beberapa kegiatan yang seharusnya kulakukan sedari tadi tiba-tiba saja dibatalkan karena beberapa alasan tertentu. Disini,  dari tempatku duduk aku bisa melihat deretan kendaran pribadi menunggu antre an untuk keluar dari palang pembatas mall.

Aku sedang duduk sendiri memandangi kesemerawutan jalanan yang mulai padat dikarenakan angkutan umum yang berhenti sekenaknya dan beberapa kendaraan yang terlalu lama menghabiskan waktu untuk segera meluncur ke jalananan dari tempatnya terparkir.
Aku bisa melihatnya dengan jelas, karena jendela yang lebar dan transparan ada disamping kananku sengaja tak kututup tirainya. Aku lebih suka menghabiskan waktuku dengan cara demikian saat novel yang biasanya kubaca sudah habis kujelajahi setiap jengkal barisnya. Setidaknya 5 hari belakangan ini. Begitulah.

Kali ini novel yang kubawa adalah Bellamore (A Beautiful Love to Remember) karya Karla M Nashar. Biasanya kamu adalah temanku saat membaca buku. Maksudku kita suka menghabiskan waktu di tempat ini saat jadwal-jadwal pekerjaan tak begitu mencekik kerongkongan kita. Aku yakin, novel satu ini sudah sempat kamu baca.Bagaimana tidak? Aku tau betul bahwa kamu suka membaca, entah itu novel, entah itu laporan pekerjaan, artikel, majalah politik, bahkan Times sekalipun. Hidupmu tak lepas dari membaca.

Oh ya, menurutku kamu adalah seorang yang cerdas, negosiator yang baik, terlebih pendengar yang baik. Aku ingat jika kita berdua suka memperdebatkan isi novel, tentang bagaimana alur cerita novel itu harus berakhir. Atau saat kita sama-sama memuji bagaimana si pengarang berhasil membuat kita merasa benar-benar ikut terjebak dalam kondisi yang diciptakan dalam lembaran-lembaran kertas yang tak lebih besar dari A4 itu. Aku juga suka caramu mengulas sebuah artikel secara lisan saat kamu kutemukan sedang sibuk dengan beberapa situs dan beberapa artikel lainnya dari laptopmu. 

Aku tau kamu memang cerdas. Terlihat sekali dari caramu menyampaikan kata-kata dengan sangat amat baik. Rapi dan benar-benar tertata. Dan ya, sekali lagi aku akui, aku selalu suka bagaimana kamu mampu menyampaikan pendapatmu dengan baik, dan selalu mengakhirinya dengan lengkungan manis di ujung kedua bibirmu saat matamu berhasil bertemu dengan manik mataku lamat-lamat.

Ah, lagi, aku memikirkan kamu. Baiklah, aku tak peduli. Aku suka. Aku suka memikirkanmu.

Aku ingat…
Ini adalah tentang kamu dan cappuccino.



Saat kita berada disini, aku terbiasa memesan cappuccino freddo dan kamu dengan cappuccino scuro kesukaanmu itu. Aku selalu suka bagaimana kamu berbicara mengenai choco granula atau pun tentang dark cappuccinomu itu. Aku ingat percakapan kita pertama kali saat kamu mengajakku ke sini adalah tentang traditional cappuccino, dan kamu bilang bahwa pada umumnya cappuccino itu dibuat dari campuran 1/3 espresso, 1/3 susu, dan 1/3 busa susu. Bahkan untuk hal-hal kecil seperti itu saja kamu sangat amat paham dan ingat detail bagaimana rasa-rasa cappuccino, entah itu tradisional cappuccino, cappuccino freddo , dan cappuccino scuro kesukaanmu itu.

Aku ingat bagaimana kamu terkadang mengomentari rasa cappuccino yang ada di cangkirmu jika itu terlalu manis. Terkadang aku ikut menicicipi cappuccino mu. Entahlah, menurutku itu tidak terlalu manis. Dan kita berdebat kecil. Hahaha. Aku selalu bilang bahwa kupikir cappuccino mu tidak pernah berbeda rasanya dan mungkin saja mood mu mengubah caramu mengapresiasi atau mengkritisi secangkir cappuccino mu itu. Entahlah.

Aku tau, kamu menyukai jenis cappuccino 1 ini karena kamu tidak terlalu menyukai espresso. Dan bahkan aku baru tau jika cappuccino itu terdiri dari macam-macam jenis setelah kamu menjelaskan dan memberiku kultum saat perjumpaan pertama kita. Singkat tapi cukup jelas.

Aku tidak terlalu yakin dengan dugaanku, tapi kupikir kita adalah pengunjung yang selalu memesan cappuccino dengan orderan khusus. Sebelum aku tau jenis dan macam cappuccino, aku selalu memesan menggunakan kata “cappuccino.” Tanpa ada embel-embel lain. Hanya semenjak mengenalmu dan materikulasi cappuccino darimu aku membubuhkan “freddo” sebagai cappuccino kesukaanku.

Kamu adalah orang yang pertama kali mengenalkanku pada level manis atau pahitnya cappuccino. Aku memang tidak terlalu peduli dengan hal-hal kecil seperti hal satu ini. Selama itu masih normal di lidahku, maka kubiarkan saja makanan atau minuman yang kupesan lolos masuk ke tenggorokanku dan masuk ke perutku. Hanya semenjak ada kamu aku mulai memperhatikan hal-hal kecil, seperti cappuccino dan kandungannya, atau cara orang menyesap kopi mereka. Kamu bilang orang-orang yang tampak terburu-buru menikmati cappuccino rata-rata adalah orang-orang yang keras kepala, dan jarang mensyukuri apa yang didapat, atau pilihan terakhir adalah mungkin mereka sedang terburu-buru.

Dan kamu sendiri? Dari apa  yang kuperhatikan, kamu terbiasa menikmati cappucinomu dengan hikmat seolah-olah itu adalah minuman termahal di dunia. Dan kalau kamu sedang lapar cheese cakes selalu jadi pilihanmu, atau terkadang mini bluberry muffin. Tentang kamu dan kecintaanmu pada cappuccino, kadang-kadang kamu mau memesan 2 cangkir cappuccino.

Aku tau, kamu cinta mati pada minuman satu ini. Tapi aku tau, kamu cukup cerdas soal menakar kadar kemanisan sehingga gula darah, lemak, dan hal-hal yang mungkin saja akan mengganggu kesehatanmu bisa diminimalisir. Bahkan kamu sengaja meluangkan waktumu untuk mengecek tensi, gula darah dan lain sebagainya. Tak jarang kamu juga mengajakku. Aku selalu suka caramu mengatur hidupmu dengan baik. 

Aku juga ingat…,

Tiiiiiiiiiiiiiiiiiit… 

Sebuah lengkingan keras suara sedan silver membuyarkan ingatanku tentangmu. Aku tersentak dan kembali ke kenyataan.

Baiklah, itu dulu, 6 minggu sudah berlalu. Lalu kamu menghilang begitu saja. Lenyap bagai ditelan bumi. Aku bukannya tak berusaha mencarimu. Tapi sungguh, mungkin orang-orang sudah bosan tentang pertanyaanku yang itu-itu saja; menanyakan dirimu. Aku tidak tau, apa kamu memang sengaja mengatur keadaan jadi sedemikian rupa? Tolong, aku benar-benar kepayahan untuk bisa menemukanmu.

Sampai akhirnya sejak 5 hari yang lalu aku mulai kehilangan harap, dan berhenti pada starbucks dan cappuccino saat aku bisa sedikit bernafas lega dengan padatnya hariku.

Aku berharap, entah nanti, besok, lusa atau kapanpun aku bisa menemukanmu disini, sedang membaca buku kesukaanmu dengan segelas dark cappuccino mu, ya, sedang menungguiku.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar