Melva Sari Simangunsong

Dear people, this blog is not truly and merely about me n my life only. I am a random-post-writer. So I post everything in my mind.The thing that I wrote is not all about me, n not all about you. Thanks. :)

Sabtu, 27 Juni 2015

Mati Aku!

“Hi, suka baca Conan ya?”
Ah, Neptunus! Pekikku dalam hati.

Aku sedang berada di sebuah toko buku ternama di kota ini. Toko buku ini adalah satu-satunya toko buku paling lengkap dan paling nyaman menurutku, pun menguntungkan. Kau bisa mendapatkan potongan harga dengan bergabung menjadi anggota, belum lagi jika bulan baca tiba. Kau bisa panen diskon hingga 70%. Disini nyaman dan tenang. Pengunjungnya rata-rata kutu buku di domain tingkat Dewa dengan kacamata minus 1-7, kutebak saja demikian. Mereka khusuk sekali dengan lembaran-lembaran HVS yang ada di depan mata. Oh ya, disini yang menurutku paling menarik adalah tersedianya tester, ah aku lupa entah apa istilahnya. Buku yang bisa kau baca keseluruhannya. Pengelola toko buku ini adalah orang baik bagiku. Bayangkan saja, aku dan pengunjung lainnya kadang tak membeli 1 buku pun. Kami hanya membaca buku-buku di stan yang memang menjadi konsumsi publik. Menyenangkan bukan?

Ah, sampai dimana tadi aku?
Oh ya, merutuki diriku sendiri.
Bisa kulihat dari jarak 8 meter dia berdiri dengan jeans belel navy dan t-shirt putih polosnya. Dia selalu saja begitu. Berhasil menghipnotisku dengan gayanya yang santai. Bisa mati aku jika aku maju lebih dekat dan berdiri disampingnya. Aku bisa mati konyol karena kehabisan nafas dengan berpikir bahwa medan gravitasiku hilang bila berada didekatnya.

Plak. Kutepuk jidatku dengan “Bulan”-nya Tere Liye. Kuperhatikan lagi, ia masih terlihat begitu menikmati alunan lagu dari earphone nya yang berwarna hijau hitam itu. Kau suka lagu apa sih sampai sebegitu menikmatinya? Kau selalu terlihat asik dengan duniamu sendiri selama aku memata-mataimu hampir 4 bulan belakangan. Apa kau suka Taylor Swift sepertiku? Kau suka Michael Bubble? Ed Sheeran? The Red Jumpsuit Apparatus? Simple Plan? Jason Derulo?Bruno Mars? Secondhand Serenade? Atau? Kau suka Ayu Ting-ting? Ah, tidak. Kau terlalu macho untuk mengidolakannya. Entah apapun genre dan penyanyi favoritmu bisa kupastikan aku juga bakalan cinta mereka bila melihat kenyamananmu dan ayunan pelan kepalamu dengan alunan doremi dari mereka.

Sudah hampir 4 bulan.
Konyol dan tolol.
Aku masih saja disini. Menatapmu dari kejauhan. Berharap kau menegur walau hanya sekedar menanyakan apa aku tau Conan edisi terbaru sudah available atau belum. Atau sekedar melemparkan senyum saja. Huuuh. Kumaki lagi diriku dalam hati. Kenapa aku terlalu bodoh mengagumimu dalam diam seperti ini? Dan kau… selalu tenang seperti danau di dekat rumahku yang dulu.

Aku pura-pura menyibukkan diri dengan membaca karya Armani Junior. Tapi tetap saja ekor mataku tak lepas memburu langkahmu yang mulai meninggalkan stan komik dan beralih ke deretan Biografi dengan membawa komik yang kutebak adalah favoritmu. Kulihat kau sepertinya tak tertarik untuk lama-lama disana. Sebentar kau angkat 1 buku, lalu tak sampai 2 menit kau menaruhnya kembali.  Apa kau mulai bosan?

Biasanya kau berada paling tidak 2 jam disini. Tunggu. Ok, kau pernah berada disini tak sampai 1 jam. Mungkin waktu itu kau sedang terburu-buru. Karena seingatku kau terlibat dalam percakapan pendek lewat telfon dengan seseorang, yang jelas saja tak kutahu siapa. Tapi kuharap dia bukan pacarmu, karena selama 8 kali kutemui kau disini kau selalu sendiri. 

O-ow, aku bahkan ingat berapa banyak frekuensi kali pertemuan kita. Jujur saja, aku akui aku memperhatikan jadwalmu kesini. Biasanya kau datang kesini saat akhir pekan, atau juga Rabu. Aku mungkin sudah gila menggilaimu sebegininya.

Aku akhirnya terpaksa mengakhiri aksi mata-mataku. Takut ketahuan. Takut kalau kau tahu. Takut kalau kau akan melaporkanku ke polisi karena mengganggu kenyamananku. Tidak. Aku terlalu berpikir kejauhan. Aku adalah seorang pengintai yang baik. Dari gerak-geriknya selama ini juga kurasa dia tidak mencium adanya aksi penguntitan dariku.

Aku hanya bisa terduduk lemas di dekat stan resep makanan. Kusandarkan punggungku ke bagian resep pembuatan jajanan pasar. Entah bagaimana aku bisa sampai ke sini. Kututup mukaku masih dengan “Bulan” dari Tere Liye. Dasar bodoh!

Tap… tap… tap…
Kudengar ada derap langkah yang menuju ke arahku. Mungkin saja itu adalah pramuniaga yang hendak menyarankanku untuk duduk di bangku panjang di dekat buku-buku umum tak jauh dari tempatku berada sekarang. Persis seperti 2 minggu lalu. Karena saat itu juga aku hanya bisa menghempaskan diriku ke ubin-ubin putih yang pasti setiddaknya di pel 2 kali sehari.

Kutarik nafas panjang dan kucoba mengumpulkan kembali nyawaku. Pelan-pelan kubuka mataku dan kusingkirkan buku dari mukaku.

Ups…
Tangannya dijulurkan ke arahku. “Kau tidak apa-apa?” tanyanya. Aku masih terdiam membeku. Lidahku kelu. Melihat ekspresi tololku dia malah berjongkok di depanku.

“Apa kau baik-baik saja?” lanjutnya.

Dia. Iya!!! Dia, laki-laki dengan tinggi sekitar 170cm yang kukagumi sekitar 4 bulan ini ada didepanku. Kuharap dia tidak menyadari aku sudah sering memperhatikannya dari jauh.

Bisa kurasakan aku seakan duduk melayang dan nafasku tercekat.


Mati aku!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar