Melva Sari Simangunsong

Dear people, this blog is not truly and merely about me n my life only. I am a random-post-writer. So I post everything in my mind.The thing that I wrote is not all about me, n not all about you. Thanks. :)

Kamis, 17 April 2014

Wush...



Wussh,,
Aku mendengar dan bisa merasa deru angin bertiup dikedua belah telingaku. Ujung-ujung jariku juga mulai kedinginan dibawah langit yang sedang tak berkawan dengan bintang. Bahkan gurat bulan pun tak ada dalam radius pandangan mata telanjangku. Mungkin hujan kali ini kan bertamu kembali. Ini kali kedua dalam minggu ini jika benar hujan kembali untuk singgah di desa dimana sebuah gurat nostalgiaku berakar.
Lebih jauh, kurasa aku bahkan bisa melihat gelapnya malam yang siap menerkam syaraf-syaraf yang tak ada perlindungan kehangatan. Ah, dinginnya kota ini sudah semacam winter di seberang Eropa sana kurasa.

Bisa kutatap 2 pasang kaki yang sedang berjalan dengan perlahan. Bisa kulihat gamit sang wanita itu dilengan sang pria. Dan dengan mesra nya, si pria membenahi topi dingin si perempuan yang bisa kulihat dari kejauhan hamper jatuh ke tanah yang berbatu yang sedang mereka lewati.

Hari masih belum terlalu gulita untuk dijamah jika ini di tengah hiruk pikuk metropolitan. Tapi wajar saja, desa kecil di daerah pegunungan ini sudah mulai diam dan bisu saat matahari mengendap-ngendap memancarkan warna jingga kemerahannya di bagian barat bumiku ini.

Selagi menatapi langkah sepasang kekasih yang sebetulnya kakek dan nenek tua itu, jemariku semakin merasa kedinginan, dan saku jaketku adalah selimut terhangat untuk 10 anak tanganku…

Sepeninggalan mereka, aku masih berdiam dalam kebisuan. Lalu menghela nafas ringan, sembari mengingat sebuah kenangan. Nostalgia.

Aku masih ingat saat kamu menggenggam jemariku kala aku kedinginan. Aku masih ingat bagaimana caramu membantuku memakaikan jaketku saat kita hendak bepergian makan malam keluar.

Ah, manis memang…
Dua tahun berlalu tanpamu bukanlah mulus dan tak ada kerikil yang menghalang.
Kakiku bahkan perih tak tertahan kala ujung kerikil yang tajam mengiris ruas-ruas jemariku saat kucoba papah langkahku yang memang mulaikabur arahnya.
Begitulah analogi yang bisa kugambarkan semenjak kepergianmu…
Bahkan nostalgiaku yang sekian detik pun terasa menyenangkan. Karena kamu. Kamu. Kamu.

Kau tau?
Bahkan malam terhangat tak akan pernah mampu mengalahkan hangat peluk jemarimu di tanganku….

Salam dariku, yang mencintaimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar