Pagi ini, kudengar suaramu lagi dan lagi… Seperti
biasa kamu menyapaku dan bilang “Selamat pagi, selamat hari Minggu.” Kamu tahu?
Sekesal apapun intonassi suaraku saat menerima telfon darimu, semangatku selalu
bertambah. Pagi ini mungkin suaramu sedikit terdengar beda, itu karena sakit.
Tapi masih ada pesan yang sama dalam setiap hela nafasmu.Kamu mengharapkan aku
jangan nakal kan? Iya, aku tau kok. Dan dalam riuh rendah suaramu, aku tau
perasaan itu masih sama. Mungkin akan selalu begitu. (Semoga) Kamu masih
mencintaiku dengan begitu sangatnya.
Lalu,
rutinitasku tiap Minggu bergereja pun kujalani. Ada laki-laki lain yang
duduk disebelahku. Dia adik kelasku.
Kenapa bukan kamu yang ada disampingku hari ini? Lagi-lagi masalah jarak. Kita
ber-LDR. Tiga huruf yang membentuk hubungan kita. Tiga huruf yang rutin membuat
status yang sedang kita jalani ini kerap mengalami masalah. Long Distance
Relationship.
Apa
kamu tau? Dalam setiap doaku ada namamu yang terucap. Ada beberapa baris kata
yang keluar dari hati ini agar kamu baik-baik saja disana. Curhatanku kepada
Bapa tentang kaamu mungkin sudah bertumpuk-tumpuk. Aku Cuma mau kamu disana
sehat-sehat saja. Cuma mau kamu selalu ada dilindungan-Nya.
Selesai
bercengkrama dan bersukaria dengan Bapa di gereja lewat doa dan nyanyian.
Sesosok laki-laki yang mungkin pernah ada rasa lebih padaku datang menghampiri.
Tapi, tunggu dulu, kurasa dia dulu hanya bercanda. Sekali lagi, mungkin dia
hanya bercanda. Tak serius berkata “Maukah kau jadi pacarku.” Sudahlah. Lalu
tangan kita berjabat layaknya teman lama. Sebetulnya semuanya biasa saja.
Sangat biasa malah.
Lalu,
sedikit kesalahpahaman terjadi, saat kamu menelfonku disela-sela percakapan dan
candaan antara aku dan teman-teman perempuanku. Seseorang diantaranya
meneriakkan aku ditembak dengan dia (yang tadi berjabat tangan denganku)
lalu,,,, tiba-tiba saja,,,,, suaramu diujung sana berubah nadanya. Aku tahu,
dan paham,,, itu cemburu kan? Itu kesal kan? Sedikit perdebatan ada tercipta
untuk beberapa saat. Lalu, begitu saja, pesanmu tak kubalas, tentu saja untuk
sementara.
Masih
dengan ber-having fun dengan temanku, lagi-lagi panggilan telfon dihapeku
bordering kembali. Seperti biasa itu dari kamu.
“Hallo,” kataku
“Udah di rumah?,” ujarnya diseberang sana.
“Belum, masih di mall,” balasku.
“Ngapain? Mau cuci mata ya?”
-----Hening-----
Tit tit tit.,,,, dan telfon pun terputus, ya aku
memang yang memutuskannya.
Entah
sehina apa aku sampai kamu tuduh begitu. Tak hanya sekali aku dicurigai. Bukan
hanya ini saja kali kamu menuduhku punya atau hendak mencari yang lain.
Teman-temanku risih dengan panggilan telfon darimu yang hari ini selalu saja
bernada curiga.
LDR
sepertinya menenggelamkan kepercayaanmu padaku. Entahlah maksudmu apa. Kita
sering beradu pendapat tentang orang ketiga yang sama sekali tak ada. Kamu
selalu mempermasalahkan siapapun laki-laki yang berada didekatku, meski kamu
tau kalau aku nggak -punya hubungan apa-apa dengannya/mereka.
Saat
aku duduk disamping adik kelasku tadi saja, kamu marah. Ya ampun, berlebihan
klan??? Semua karena sayang? Tapi apa harus dengan cara yang seperti ini? Marah
dan terus mempermasalahkannya? Masih banyak rentetan kisah kecemburuanmu yang
tak beralasan kuat yang ada didaftar memoriku.Bahkan, waktu 24 jam pun mungkin
tak akan sanggup untuk menuangkannya disini. Haaah, mungkin jengah yang tadi
siang kurasa.
Sampailah
aku dititik didihku. PUTUS. Ya, itulah yang terlintas dibenakku. Cuma kata itu
yang bisa memadamkan api cemburu yang bersarang dihatimu. Kalau 1 kata dengan 5
huruf itu sudah keluar dariku, barulah kamu mau diam, dan mengalah.
Apa
harus tunggu aku bilang putus dulu? Apa perlu begitu terus untuk mendamaikanmu
dengan rasa cemburumu? Jawab!!!