Aku dan kamu
telah berbagi kisah, rasa, dan cinta. Mungkin benar jika kita masih belia,
masih terlalu muda untuk mengukir cerita seperti yang kita punya dan kita
damba. Kita masih diawal permulaan
cerita. Ya, kita masih diujung jalan ini.
Mungkin kita belum mampu, atau bahkan tak mampu
untuk menjelaskan apa yang sudah pernah kita bagi bersama. Mungkin kita tak tahu
bagaimana cara menjelaskan apa yang kita punya. Aku dan kamu. Cinta yang muda
dengan rasa yang dan kisah yang besar. Kita sama-sama tahu apa yang kita
maksud. Ya, kita sama-sama saling mengerti.
Dan sekarang…
Sebuah cinta yang dulu penuh gelora,
yang dulu berkobar ria kembali masuk menerobos diding aku dan kamu. Dia kembali.
Saat cinta yang lama datang menyapa… ya, mungkin getar yang redup itu sedikit
tersulut dan memercik mencoba memutar ulang kenangan singkat aku dan sosok itu.
Dia yang disana tak urung mengucap
rindu. Tak jengah mengucap rasa yang dulu pernah ada dibalik sederet tulisan cinta,
dibalik segurat kata “sayang.” Rindu kita tak saling menyapa lagi. Rindu kita
tak saling ramah dan manis lagi. Itu hanya kisah lalu yang seharusnya terpendam
bersama rasa sakit yang sudah lama dia tinggalkan. Rinduku tak ada lagi yang
berujung padamu.
Sekarang dia datang untuk menjemput
aku dan berusaha melepas genggaman aku dan kamu. Entahlah,aku tak tau apa yang
dia rencanakan. Entah apa yang dia maksudkan kembali saat aku dan kamu sudah
saling berpegangan tangan. Sementara saat aku sendiri, dia tak mau walau hanya memalingkan
pandangan ke arahku yang bersandar pada tiang kesepian. Malah, dia sepertinya
tertawa riang bersama yang lainnya. Bergembira atas luka yang sudah dia tanam
dan berbuah pahit yang selalu memenuhi hari-hariku. Entah kenapa sosok gelap
itu justru datang sekarang. Seolah mau memperbaiki masalah pelik yang ada.
Kemana saja dia kemarin? Jawab tanyaku yang membuat sesak nafas ini!
Terlambat sudah,cinta lama!
Saat sederet kata manis dan terkesan
tulus itu terbaca oleh 2 bola mata yang sudah berair ini. Seulas senyum miris
akhirnya sampai dan merekah dari 2 belah bibir ini. Entah “tulus” yang seperti
apa yang dimaksudkan dalam pesan singkat itu. Tulus mencinta, atau malah tulus
untuk melukai? Hah, entahlah. Dia memang penuh tanda tanya. Tapi aku tau, tak
perlu ku bingung tuk menghadapi hadirnya dia dalam hidupku dan hidupmu,,, ya hidup kita. Tentu saja.
Aku pernah berlayar dan karam
bersamanya. Tunggu,,, apa benar begitu? Ya, mungkin benar. Kuulangi lagi
pertanyaan berisi keraguan itu berkali-kali. Mungkin karena aku sudah tak ingin
mengingtnya lagi. Benar-benar tak ingin.
Jengah! Itu yang kurasa tiap deretan
kata-kata sok manis itu datang untuk kesekian kalinya. Buat apa dia kembali? Cukuplah
rasa itu mengembang saat aku masih terlalu polos untuk mengenal apa yang
disebut dengan "C-I-N-T-A". Cukuplah rasa itu hidup saat aku masih terlalu lugu untuk
menyadari bahwa dia hanyalah sosok bermulut manis yang pastinya tak ingin
kulibatkan lagi dalam hidupku yang baru.
Sekarang, aku sudah punya kamu.
Kamu dan dia. Dia yang pertama jadi sosok
yang selalu memenuhi inbox hapeku. Lalu, kamu datang saat aku dan dia bukan
lagi apa-apa. Kamu jadi sosok baru yang terlibatdalam rutinitas hari-hariku
selepas kepergiannya. Kamu yang mampu mengisi ruang kosong dalam hati ini. Itu kamu! Dan hanya kamu!
Dia, apakah pernah indah dalam
hidupku? Mungkin ada beberapa kenangan manis. Tapi, goresan luka itu terbuka
lagi dan dengan jelas mengikuti rentetan kenangan rasaku dan rasanya. Luka itu
terlalu sakit untuk bisa pulih dan disembuhkan dengan kenangan manis yang tak
seberapa.
Sudah! Aku tak akan pernah berkata “ya”
untuknya. Aku tak akan pernah menganggukkan kepala untuk memulai dari 0
bersamanya. Aku tak akan pernah mau dan kembali padanya lalu menjemput dan
memanen bulir-bulir air mata dan membiarkan luka yang lebih sakit nantinya yang
kan datang untukku. Ya, hanya untukku. Karena aku tau, pribadimu masih sama dengan yang lalu. Meskipun kau berubah dan mau mencinta dengan cara yang mungkin kan tak terduga manisnya. Tapi seperti kataku tadi, aku tak akan kembali menari bersamamu. Aku tak akan menyambut tanganmu...
Dia dan kamu! Tentu saja aku lebih
memilih untuk tetap bertahan bersamamu. Meski raga kita tak bisa bertemu sekarang,
meski mataku tak mampu menatap beningnya matamu sekarang. Tapi nanti, besok,
lusa, atau entah itu kapan. Aku masih dengan yakin dan akan terus percaya bahwa
kita akan bertemu lagi. Menggenggam cinta yang sama. Menjaga dan membiarkannya
tumbuh subur dihidupmu dan dihidupku.
Entah bagaimana nanti akhirnya, entah
bagaimanan nanti jadinya aku dan kamu kan berujung. Kita tak tahu akan jadi
seperti apa cinta yang sedang kita bangun dan kita pelihara sekarang. Tapi
ketahuilah bahwa aku tak pernah menyesal untuk pernah jadi bagian hidupmu. Aku
tak akan pernah bosan berharap bahwa kamu adalah labuhan terakhirku.
Ya,,, aku
juga tidak pernah bersedih karena menjawab “tidak” untuknya. Aku masih disini,
berdiri sendiri, setia menunggumu kembali. Dan itu PASTI!
Saat cinta
yang lama datang,
Saat cinta
yang dulu kembali,
Cukuplah dengan kata “tidak” aku menolak. Hanya dengan doa dan harap, semoga dia bisa dapatkan pengganti yang lebih baik dariku. Dan dengan sungguh-sungguh aku meminta, semoga luka yang dulu kau beri untukku adalah luka terakhirmu untuk sosok yang disebut “perempuan.”
Terimakasih. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar